Pages

Riko Septyan Nor Saputra. Powered by Blogger.

Friday, October 9, 2015

Hallo Effect pada Mahasiswa Baru



Penulis : Riko Septyan Nor Saputra (Mahasiswa S-1 Psikologi Universitas Negeri Semarang)

            Sebagian besar siswa SMA yang sudah lulus akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, baik itu perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Ketika sudah terdaftar di perguruan tinggi, maka status yang sebelumnya yang bernama siswa akan berubah menjadi mahasiswa. Mahasiswa baru harus beradaptasi dengan lingkungan kampusnya, baik itu beradaptasi dengan sistem pembelajaran maupun dengan teman-teman barunya. Pada mahasiswa baru yang usianya remaja, mereka sangat membutuhkan teman. Mereka senang kalau banyak teman baru yang menyukainya dan bahagia apabila ada orang yang mendengar ucapannya. Mahasiswa baru membutuhkan orang yang bisa diajak bicara tentang sesuatu hal yang terjadi diusianya.
Pada masa ini, mahasiswa masih merasa ragu-ragu dan bimbang dalam memilih atau mengambil keputusan. Kebingungan ini karena mahasiswa masih menjalani tugas perkembangan dari Erikson yang kelima, yaitu identitas versus kebingungan identitas. Pada masa ini, mahasiswa dihadapkan pada penemuan jati diri. Mahasiswa dihadapkan pada banyak peran baru dan status kedewasaaan. Mahasiswa baru kebingungan karena tidak tahu harus memilih status yang mana. Oleh karena itu, wajar apabila mereka memerlukan teman yang bisa diajak berbagi.
Kebutuhan mahasiswa baru untuk mendapatkan teman yang belum dikenalnya merupakan hal yang sangat alamiah. Ketika pertama kali mahasiswa baru berkenalan dengan mahasiswa baru yang lain, maka biasanya mahasiswa tersebut akan melakukan yang namanya hallo effect. Hallo Effect adalah kesan positif atau negatif dari orang yang pertama kali baru ditemui atau baru dikenal. Pada dasarnya setiap kali berkenalan dengan orang yang baru, kita sebagai manusia tidak akan menampilkan semua sifat-sifat yang baik dan buruk. Hal ini juga dilakukan oleh mahasiswa baru ketika berusaha berkenalan untuk mendapatkan teman, maka sifat-sifat asli dari mahasiswa baru tersebut tidak akan ditampilkan semuanya.
Tujuan mahasiswa baru melakukan hallo effect adalah untuk membuat calon temannya tertarik, yaitu dengan menampilkan semua sifat-sifat baiknya dan menyembunyikan sifat-sifat buruknya. Sangat tidak mungkin apabila mahasiswa baru tersebut menampilkan sifat buruknya ketika berkenalan dengan calon temannya di perguruan tinggi. Mahasiswa baru akan acting dengan menampilkan sifat-sifatnya baiknya, apalagi ketika mahasiswa baru tersebut berkenalan dengan calon temannya yang jenis kelaminnya beda. Mahasiswa baru yang mempunyai sifat asli yang buruk seperti suka berkata kotor dan kurang ramah akan mengubah dirinya menjadi pribadi yang santun dalam berbicara dan ramah supaya dirinya diterima dengan calon temannya.
            Interaksi pada masa remaja khususnya mahasiswa baru merupakan hal yang sangat penting. Menurut pakar teori interaksi, yaitu Thibaut dan Kelley menjelaskan bahwa interaksi merupakan peristiwa yang saling memengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama. Dalam setiap kasus interaksi, tindakan dari seseorang bertujuan untuk memengaruhi individu lain. Mahasiswa baru yang melakukan hallo effect ingin memengaruhi calon temannya supaya calon temannya tersebut berpikiran bahwa dirinya merupakan pribadi yang menarik untuk dijadikan teman baru.
            Pada waktu akan mengadakan suatu pertemuan pertama dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya, maka mahasiswa baru biasanya akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tujuan dari persiapan ini adalah supaya timbul kesan yang positif pada kenalan barunya. Hal ini dilakukan karena adanya keyakinan bahwa kesan pertama memiliki arti yang penting untuk hubungan pertemanan selanjutnya. Ada gejala bahwa informasi yang didapat pertama kali lebih berpengaruh terhadap pembentukan kesan daripada informasi yang didapatkan berikutnya. Beberapa penyebabnya dari pembentukan kesan ini adalah supaya orang menyimpan informasi awal yang datang, memori orang lain akan dengan mudah mengorganisasikannya di dalam ingatan dan bisa bertahan lebih lama.
Dalam pembentukan kesan dari hallo effect, isyarat non verbal sering menduduki tempat paling awal. Isyarat ini tidak terbatas pada ekspresi wajah, tetapi juga cara berpakaian, gerak tubuh, dan cara berperilaku. Meskipun makna dalam isyarat bisa berlainan antara satu tempat dengan tempat yang lain, namun pada umumnya isyarat non verbal sangat penting artinya dalam komunikasi dan persepsi. Hallo effect biasanya dikaburkan dengan penampilan, yaitu mengatur penampilan supaya orang lain tertarik. Mahasiswa baru pada hari pertama masuk kuliah akan berpakaian yang rapi dan bertingkah laku yang baik, karena mereka akan dinilai oleh mahasiswa baru yang lain. Mahasiswa baru tersebut tidak mau calon temannya tertarik kepada orang lain karena khawatir jika tidak mendapatkan teman. Mahasiswa baru akan membuat calon temannya untuk tertarik kepadanya. Seseorang yang menarik wajahnya biasanya akan diberi penilaian yang baik. Orang yang memberi penilaian baik ini berarti mempunyai sikap yang positif. Oleh karena itu, ketertarikan didefinisikan sebagai sikap positif terhadap orang lain.
Apabila orang yang cantik atau tampan dinilai menyenangkan, maka orang lain akan tertarik. Orang yang memiliki karakteristik menyenangkan terbukti memiliki banyak teman atau mendapatkan lebih banyak simpati. Sebaliknya, orang akan kurang suka berteman dengan orang yang kasar, kurang ajar, urakan, dan berbagai sifat negatif yang lainnya. Mahasiswa baru akan berusaha menampilkan kelakuan yang menyenangkan kepada calon temannya. Dengan hal tersebut, maka wajar ketika mahasiswa baru melakukan hallo effect pada calon temannya. Mahasiswa baru akan berusaha tampil percaya diri dihadapan calon temannya karena mereka tahu bahwa orang lain menyukai orang yang tampil percaya diri.
Mahasiswa baru yang berjenis kelamin laki-laki dengan suara asli yang cempreng, beberapa diantaranya mengubah suaranya menjadi lebih dalam dan berat dihadapan calon temannya yang berjenis kelamin perempuan karena mereka tahu bahwa perempuan tertarik kepada laki-laki berwibawa yang suaranya dalam dan berat. Laki-laki dengan kepribadian yang berwibawa adalah yang suaranya berat dan posisi tubuhnya tegak atau tidak membungkuk, maka dengan indikator tersebut mahasiswa baru yang berjenis kelamin laki-laki akan mengubah kepribadiannya seperti itu dihadapan calon temannya yang berjenis kelamin perempuan. Pada mahasiswa baru yang berjenis kelamin perempuan yang suara aslinya nyelemong dan keras, beberapa dari mereka akan mengubah suaranya menjadi halus dan pelan karena mereka tahu bahwa laki-laki menyukai perempuan yang suaranya halus dan lembut.
Faktor yang mempengaruhi ketertarikan orang lain ada empat, yaitu (1) karakteristik aktor; (2) faktor penerima; (3) variabel-variabel interpersonal; dan (4) faktor kondisi yang ada atau yang menyertai. Yang dimaksud karakteristik aktor adalah orang yang menjadi subjek penilaian. Ada beberapa karakteristik yang menimbulkan penilaian positif bagi pihak lain, yaitu adanya daya tarik fisik. Bentuk tubuh yang seksi, atletis, dan wajah yang cantik atau tampan  umumnya menimbulkan kesan yang positif bagi orang yang menilai. Karena penilaian positif akan memberikan dampat lebih lanjut, maka untuk menarik orang lain mendekat, berkenalan, dan sebagainya, sering digunakan kecantikan dan ketampanan ini. Pada dasarnya sesuatu yang berhubungan dengan masalah hubungan sosial, untuk mencapai sukses daya tarik fisik ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Oleh karena itu, mahasiswa baru akan memaksimalkan penampilan fisiknya pada hari pertama masuk kuliah.
Sesaat setelah bertemu dengan orang lain, maka mahasiswa baru akan memiliki kecenderungan untuk secepatnya mengategorisasikan calon kenalannya tersebut ke dalam suatu ciri tertentu. Penilaian yang cepat ini sering ditemui dalam penilaian awal dengan munculnya hallo effect, yaitu tendensi untuk berpikir dan menilai bahwa orang yang kualitas baik pada satu hal juga memiliki kualitas yang baik pada berbagai hal. Membuat suatu kategori ini juga memiliki kecenderungan untuk berperilaku tertentu terhadap orang yang dinilai berdasarkan asumsi penilai dengan harapan orang tersebut juga akan berbuat seperti yang diharapkan oleh penilai.
Ketika mahasiswa baru berkenalan dengan calon temannya dan menyebutkan bahwa mahasiswa tersebut dari daerah tertentu, maka mahasiswa tersebut akan membentuk kesan sesuai dengan sifat ideal dari daerahnya. Misalnya mahasiswa baru tersebut berasal dari daerah Solo dan berkenalan dengan mahasiswa baru yang berasal dari daerah Jakarta, maka mahasiswa dari Solo tersebut akan membentuk kesan dengan bertingkah laku sopan, berbicara dengan halus dan bernada rendah. Mahasiswa tersebut akan cenderung takut kalau sifatnya tidak sesuai dengan sifat ideal dari daerah Solo dan diprotes oleh calon temannya karena tidak sesuai dengan persepsi calon temannya tersebut.
Hallo effect sebenarnya merupakan proses interaksi yang dramatis dan cenderung penuh kepalsuan. Mahasiswa yang mempunyai kepribadian yang terbuka (ekstrovert) akan lebih mudah melakukan drama untuk berpura-pura baik supaya berkesan bagi calon temannya, sedangkan mahasiswa yang mempunyai kepribadian yang tertutup (introvert) akan sulit untuk berpura-pura menjadi orang yang baik. Orang yang ekstrovert akan sangat mudah untuk berdrama seperti orang introvert, sedangkan orang introvert akan sulit untuk berdrama seperti orang ekstrovert karena untuk menjadi orang yang ekstrovert dibutuhkan energi yang lebih banyak untuk bisa mengeluarkan ekspresinya. Walaupun demikian, beberapa omahasiswa baru yang introvert mampu untuk berpura-pura menjadi orang yang ekstrovert karena mereka sedang dalam keadaan yang sangat senang dan sangat bersemangat. Biasanya minggu pertama dalam perkuliahan, mahasiswa baru masih dalam keadaan semangat dan senang karena belum masih dalam tahap perkenalan kampus dan belum ada tugas kuliah yang memberatkan mereka.
Tidak semua mahasiswa mahasiswa baru menampilkan hallo effect yang sesuai dengan kenyataan atau sifat aslinya. Hallo effect yang dibuat-buat atau menampilkan perilaku yang tidak asli suatu saat sifat aslinya dari mahasiswa baru tersebut akan terlihat. Hal ini dikarenakan berperilaku  yang tidak sesuai dengan sifat asli untuk membuat calon temannya tertarik dan mau menerima dirinya akan membuatnya jenuh dan bosan. Jika kita mau mengingat-ngingat, pasti tingkah laku sahabat kita yang sekarang ini berbeda dengan tingkah lakunya saat pertama kali berkenalan dengan kita. Hal ini membuktikan bahwa Hallo effect sifatnya hanya sementara saja, tidak permanen. Sifat yang dibuat-buat untuk membuat orang lain terkesan merupakan hal yang melelahkan. Pada kenyataan yang sekarang ini, kita yang dulunya pernah menjadi mahasiswa baru mungkin akan berpikir bahwa teman yang yang dulu kita kenal pertama ternyata sekarang sifatnya berbeda.
Hallo effect adalah hal yang wajar dilakukan bagi semua orang yang baru mengenal orang lain, apalagi mahasiswa baru yang masih remaja. Tanpa sadar mahasiswa baru sudah melakukan hallo effect dan bahkan ada yang sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan terjadi karena sesuatu hal yang diulang secara terus-menerus. Hallo effect boleh dilakukan bagi siapapun, asalkan jangan berlebihan. Pada dasarnya sesuatu yang berlebihan tidak baik dan justru bisa merugikan diri sendiri. Walaupun hallo effect membantu dalam proses berkenalan pada mahasiswa baru, namun hallo effect dapat menimbulkan kerugian berupa rasa kecewa dari teman karena perilaku yang dibuat-buat hanya untuk menampilkan kesan pertama. Orang lain tidak suka jika berteman dengan orang yang terlalu berpura-pura. Hallo effect pada kenyataannya tidak bisa bertahan lama, sehingga mahasiswa baru jangan terlalu mengandalkan hallo effect untuk berkenalan dengan calon temannya. Mahasiswa baru yang terlalu lama menggunakan hallo effect merupakan tanda bahwa orang tersebut tidak menerima dirinya sendiri dan tidak jujur kepada orang lain karena penuh dengan kepura-puraan.

Daftar Pustaka
Ali, Mohammad, dan Mohammad Asrori. 2011. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta:Pustaka.
Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antar Pribadi dan Medianya: Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak Remaja. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
 

Tentang Pemilik Blog Ini

Lagu

Blogger news


Blogger templates