Pages

Riko Septyan Nor Saputra. Powered by Blogger.

Monday, January 4, 2016

Interaksi Sosial Pada Masyarakat Dukuh Keseseh, Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang



Kali ini saya Riko S.N.S. akan membagikan hasil laporan pribadi saya tentang “Live-In” Psikologi Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang dilaksanakan pada tanggal 19 – 27 Juni 2015. Pada waktu pelaksaannya, Live-In” ini kebetulan dilaksanakan pada bulan puasa. Mungkin Anda belum pernah mendengar istilah Live-In”, iya kan? hehehe. Jadi “Live-In” itu hampir sama seperti KKN. Eits... bukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ya, hehehe... tapi Kuliah Kerja Nyata.
Secara pastinya, “Live-In” dan KKN memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menginap di rumah warga secara berkelompok dan melakukan penelitian (observasi, wawancara, nyari jodoh juga bisa wkwkwk). Lalu apa yang membedakan diantara keduanya? KKN biasanya dilaksanakan berbulan-bulan, namun “Live-In” hanya dilaksanakan sekitar 9 hari dan dilakukan dalam rangka mempraktikkan serta melakukan penelitian dibidang ilmu Psikologi Sosial sebagai syarat akhir untuk mata kuliah “Psikologi Sosial 2” di jurusan S-1 Psikologi Unnes.
Laporan ini jika di copy di MS. Word akan memiliki jumlah 40-an halaman A4 termasuk cover. Saya kira Anda merupakan orang yang beruntung bisa mendapatkan hasil penelitian ini, apalagi jika Anda adalah mahasiswa S-1 Psikologi Unnes yang masih semester rendah (1-3) dan bisa terbantu bahkan terinspirasi untuk membuat laporan Psikologi Sosial (atau mungkin copas doang sekalian hahaha). Intinya saya ingin memberikan manfaat hidup dan bisa membantu orang lain dengan membagikan beberapa ilmu yang sudah saya dapatkan. Saya izinkan Anda untuk copas dengan bebas, namun jangan lupa sertakan alamat blogspot ini supaya tugas Anda bisa lebih berkah dan semoga nilai tugas Anda ini diatas 80 Aamiin. Oiya nilai akhir saya karena laporan ini adalah AB. :)
Sebelum menuju laporan, bisa dipahami dulu perintah dosen saya sebagai berikut:

FORMAT LAPORAN
  1. Halaman judul/cover (terlampir)
  2. HALAMAN PENGESAHAN (terlampir)
  3. Abstrak
Adalah paparan singkat yang maksimal terdiri dari 250 kata. Abstrak live-in, intinya berisi tema yang diangkat, instrument untuk memperoleh data, data yang diperoleh, dan simpulan.
  1. KATA PENGANTAR
Berisi rasa syukur dan ucapan terimakasih pada berbagai pihak sehingga laporan live-in dapat diselesaikan.
  1. DAFTAR ISI
  2. PENDAHULUAN
A.     Latar belakang (tema yang akan dibahas dalam laporan live-in: mengapa topic ini diambil? Apa pentingnya? apa yang terjadi di lapangan?)
B.     Rumusan Masalah (berupa kalimat Tanya, masalah yang harus dijawab pada bagian simpulan)
C.     Profil kondisi sosial, budaya dan psikologis masyarakat Desa ..............
D.     Profil Keluarga ………………..
  1. KAJIAN TEORETIK
Berisi teori-teori Psikologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengevaluasi fenomena sosial yang terjadi di keluarga dan masyarakat.
  1. DATA DAN PEMBAHASAN
A.     Temuan Data (Berisi himpunan Data lapangan di lokasi live-in, dapat berupa hasil observasi, wawancara, data statistic, dll..)
B.     Pembahasan (Bagian ini berisi TEORI + DATA&FAKTA. Teori-teori Psikologi Sosial digunakan untuk menguraikan, dan menganalisa data dan fakta lapangan untuk menjawab/menjelaskan Permasalahan yang diajukan. Teori yang digunakan bisa lebih dari 1 dan tidak terpaku pada sub bahasan Psikologi Sosial II saja)
  1. KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan (Berisi simpulan-simpulan yang berbasis pada data & fakta)
B.     Saran (Berisi saran kepada berbagai pihak terkait)
  1. DAFTAR PUSTAKA
  2. LAMPIRAN: berisi dokumentasi kegiatan, data-data desa dll. 


TEMA LIVE IN

1.       KEPEMIMPINAN
2.       ALTRUISME, PROSOCIAL & ANTISOCIAL BEHAVIOR
3.       ETNOSENTRISME, PRASANGKA, DISKRIMINASI, DAN STIGMA
4.       PRO-ENVIRONMENT BEHAVIOR (Perilaku ramah lingkungan)
5.       PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PERILAKU
6.       SIKAP TERHADAP OBJEK TERTENTU
7.       INTERPERSONAL ATTRACTION
8.       KETERATURAN SOSIAL (Social Order) DAN KONTROL SOSIAL (Social Control)
9.       PENGARUH SOSIAL (Konformitas, Dll)
10.   TRUST (Kepercayaan Sosial)
11.   PERILAKU AGRESIF
12.   IDENTITAS SOSIAL
13.   PERSAINGAN DAN KONFLIK SOSIAL
14.   RELASI DAN PERILAKU ANTAR KELOMPOK
15.   KOGNISI SOSIAL
16.   PERUBAHAN SOSIAL
17.   FASILITASI SOSIAL (Social Facilitation)
18.   DINAMIKA PSIKOLOGIS MASYARAKAT DESA
19.   (TEMA LAIN, BAIK DARI PSIKOLOGI SOSIAL MAUPUN DARI NON-PSIKOLOGI-SOSIAL, DAPAT DIKONSULTASIKAN DENGAN DOSEN PENDAMPING KECAMATAN)



CATATAN:

# minimal mahasiswa memilih satu tema untuk diangkat dalam laporan live in.

# mahasiswa satu kelompok dilarang mengangkat tema yang sama.
 Interaksi Sosial Pada Masyarakat Dukuh Keseseh, Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang
________________________________________________________________


Inilah laporan saya yang sudah Anda tunggu-tunggu. Selamat menikmati dan selamat bertugas ria. Sukses ya :) 
________________________________________________________________ 

Laporan kegiatan Live-in ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial 2
semester genap 2015


Dosen pengampu:
Drs. Sugiyarta Stanislaus, M.Si., dan Abdul Haris Fitrianto, S.Psi

Dosen Pendamping Lapangan: Abdul Haris Fitrianto, S.Psi



Disusun Oleh:
Riko Septyan Nor Saputra
NIM          : 1511413127
Rombel     : 4

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
________________________________________________________________ 


HALAMAN PENGESAHAN



Setelah melakukan “live-in” selama Sembilan hari, dari hari Jumat, 19 – 27 Juni 2015 di kediaman keluarga Bapak Amin Sobiri yang beralamatkan di desa Keseneng Kecamatan Sumowono, maka penulis menyusun laporan dengan judul

Interaksi Sosial Pada Masyarakat Dukuh Keseseh, Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang.

Laporan ini disusun berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang penulis temukan di lapangan.



Semarang,  2 Juli 2015



Penulis



Riko Septyan Nor Saputra
NIM: 1511413127


Mengetahui

Kepala Keluarga                                                            Dosen Pendamping

                                                                                               
Bpk. Amin Sobiri                                                         Abdul Haris Fitrianto, S.Psi.
                                                                                    NIP: 19850624 201102 1 024
Kepala Desa Keseneng

NIP:



_________________________________________________________________

ABSTRAK



Laporan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat Dukuh Keseseh, Desa Keseneng, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Dalam pembuatan laporan ini, peneliti menggunakan metode observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan dengan cara mengamati kehidupan dan beberapa aktivitas warga,  serta mewawancari beberapa masyarakat dan kepala dusun di desa Keseneng. Peneliti juga ikut dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat desa, seperti buka bersama di Masjid.

Hasil observasi dan wawancara yang sudah didapat akan dicatat oleh peneliti setiap harinya. Hasil tersebut kemudian akan peneliti kaitkan antara data lapangan dengan teori-teori interaksi sosial yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Hal ini bertujuan supaya teori yang ada bisa diterapkan dengan fakta yang didapatkan di lapangan.

Interaksi sosial antara warga dengan warga cukup baik dan ramah. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa krama. Penggunaan bahasa Jawa disini sangat kental sekali. Kerja sama dan gotong royong dalam desa ini sangat baik sekali, karena interaksi sosial berjalan dengan baik. Interaksi sosial antara warga dengan peneliti sebagai orang baru cukup baik, bahkan cukup banyak yang memiliki ketertarikan untuk memulai interaksi terlebih dahulu kepada peneliti.

Kata kunci : interaksi sosial Dukuh Keseseh Desa Keseneng
  ________________________________________________________________ 


KATA PENGANTAR
ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُاللهِ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ لسَّلاَÙ…ُ
Segala puji penulis panjatkan atas Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan taufik-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas live-in ini dengan sebaik-baiknya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada khotamul anbiya’ Rasullullah Muhammad SAW. Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial pada tahun pelajaran 2015/2016 di Universitas Negeri Semarang.
            Penulis sadar bahwa terselesaikannya laporan live-in ini tidak lepas dari pihak-pihak yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.    Bapak Drs. Sugiyarta Stanislaus, M.Si dan Bapak Abdul Haris Fitrianto, S.Psi selaku dosen pengampu
2.    Teman-teman program studi Psikologi Universitas Negeri Semarang
3.    Orang tua penulis
            Penulis menyadari bahwa laporan live-in ini jauh dari kata baik dan sempurna, sehingga penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis mohon saran dan kritik kepada para pembaca yang bersifat membangun, supaya laporan live-in dapat diperbaiki menjadi lebih baik dan sempurna. Penulis berharap laporan live-in ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna sebagai panduan adik-adik semester bawah nanti.
Ùˆَ السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ
Semarang, 2 Juli 2015

Riko Septyan Nor Saputra
  
________________________________________________________________

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ii
ABSTRAK................................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah................................................................................................... 3
C.       Profil Kondisi Sosial, Budaya, dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng.......... 3
D.      Profil keluarga......................................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORITIK
A.      Pengertian Interaksi Sosial ..................................................................................... 5
B.       Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ............................................................... 6
C.       Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial.............................................................................. 8
D.      Jenis-jenis Interaksi Sosial.................................................................................... 18
E.       Ciri-ciri Interaksi Sosial........................................................................................ 19
F.        Faktor-faktor Interaksi Sosial............................................................................... 19
BAB III DATA DAN PEMBAHASAN
A.    Temuan Data......................................................................................................... 25
B.    Pembahasan.......................................................................................................... 31
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan .......................................................................................................... 39
B.     Saran..................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40
LAMPIRAN ............................................................................................................... 41
  ________________________________________________________________ 



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Semua individu menerima pendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari, bahwa individu tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Ia selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga kepribadian individu, kecakapan-kecakapannya, ciri-ciri kegiatannya baru menjadi kepribadian individu yang sebenarnya apabila keseluruhan sistem psycho-physik tersebut berhubungan dengan lingkungannya. Tegasnya individu membutuhkan hubungan dengan lingkungannya, tanpa hubungan ini individu bukanlah individu lagi.
Sarjana psikologi Woodworth menambahkan bahwa hubungan manusia dengan lingkungan  meliputi pengertian  individu dapat bertentangan dengan lingkungan, individu dapat menggunakan lingkungan, individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dalam lingkungan, dan individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Dalam menghadapi dunia sekitar, alam sekitar mempunyai peranan terhadap individu. Ini artinya adalah individu mempengaruhi tingkah laku, perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, kemauan, dan sebagainya. Pada umumnya hubungan itu berkisar kepada usaha dalam menyesuaikan diri. Penyesuaian diri ini dapat dengan cara yang disebut autoplastis, yaitu seseorang harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar sesuai dengan keinginan dirinya.
Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai 2 macam fungsi, yaitu berfungsi sebagai objek dan subjek. Demikian manusia lain, juga berfungsi sebagai objek dan subjek. Itulah sebabnya Bonner memberikan rumusan interaksi sosial sebagai hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Hal ini sebenarnya merupakan keuntungan yang besar bagi manusia, sebab dengan adanya dua macam fungsi yang dimiliki itu akan menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam hidup bermasyarakat. Jika manusia sebagai objek saja, maka hidupnya tidak akan lebih tinggi dari kehidupan benda-benda mati. Andai kata manusia hanya sebagai subjek saja, maka ia tidak akan bisa hidup bermasyarakat  sebab pergaulan baru bisa terjadi apabila ada give and take dari masing-masing anggota masyarakat itu. Jadi jelas bahwa individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lain.
Para ahli sosial dalam meninjau individu dalam hubungannya dengan dunia sekitar ditekankan pada sikap terhadap perkembangan, apakah pengaruh perkembangan dunia sekitar terhadap perkembangan individu itu bersifat mutlak atau tidak. Maka dari itu, timbullah anggapan bahwa manusia dalam hidupnya dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, dan dari golongan ini pengaruh-pengaruh dari dalam (faktor keturunan)  dianggap tidak ada.
Kemungkinan pada manusia baru bisa berkembang bila ia bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat. Kalau lingkungan tidak mendukung dan tidak memungkinkan berkembang tiap-tiap potensi, maka potensi tersebut tidak mungkin berkembang. Walaupun begitu, pengaruh lingkungan ada batasnya. Meskipun lingkungan memberikan kemungkinan sampai bagaimanapun juga, kalau potensinya tidak ada akan tidak mungkin berkembang juga.
            Pada dasarnya kita tidak bisa lepas dari yang namanya melakukan interaksi sosial. Pada beberapa lingkungan masyarakat, interaksi yang dilakukan berbeda dan saling beragam. Keberagaman masing-masing masyarakat dalam hal berinteraksi membuat kita harus bisa menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan mereka. Sangat penting sekali mempelajari interaksi sosial karena ada dasarnya kita merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain dan akan menggunakan interaksi sosial untuk mempertahankan hidup.
Dalam suatu kelompok masyarakat di Dukuh Keseseh Desa Keseneng ini bila dibandingkan dengan lingkungan masyarakat Unnes tentu sangat berbeda. Menariknya adalah warga di dukuh ini memiliki interaksi sosial yang lebih hangat kepada sesama warga, apalagi kepada keluarga besarnya yang tinggal satu dukuh. Gaya interaksi masyarakat di dukuh ini yang mayoritas sebagai petani ternyata sangat berbeda dengan gaya interaksi pada masyarakat yang bekerja diwilayah perkotaan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka rumusan masalah yang bisa ditemukan adalah
1.        Bagaimana interaksi sosial antara warga dengan warga?
2.        Bagaimana interaksi sosial antara warga dengan peneliti sebagai orang baru?

C.    Profil Kondisi Sosial, Budaya, dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng
Desa Keseneng merupakan salah satu desa yang terletak didataran tinggi di Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Desa ini mempunyai kekayaan sumber daya yang melimpah dan pemandangan pegunungan serta sawah yang sangat indah. Desa ini yang terletak di dataran tinggi sekitar 700 meter ini memiliki udara yang cukup dingin. Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kendal. Jarak dari pusat pemerintahan yaitu kecamatan 6,5 km dan dari kabupaten mencapai 48 km.
Masyarakat di desa ini merupakan masyarakat yang taat dalam beragama atau bahasa lainnya adalah kental dalam beragama. Mayoritas masyarakat beragama islam. Masyarakat di desa ini rukun, terjalin kekeluargaan, dan peduli satu sama lain. Mayoritas mata pencaharian masyarakat desa Keseneng ini adalah bertani, karena letak desa ini yang memiliki tanah pertanian yang cukup luas. Para orang tua di desa ini mayoritas menggunakan bahasa krama dalam berinteraksi. Desa ini merupakan desa yang cukup aman. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya preman atau penjahat yang berbuat kriminalitas di desa ini. Keadaan lingkungan desa yang tentram dan damai  membuat desa ini layak untuk ditempati warganya.

D.    Profil Keluarga
Keluarga yang saya tempati adalah keluarga bapak Amin Sobiri yang merupakan kepada dusun. Pak Amin lahir tanggal 11 juni 1968. Keluarga ini mempunyai alamat lengkap di Dusun keseseh, Desa Keseneng Rt 02 Rw 03, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Beliau mempunyai istri yang bernama ibu Rutiah yang lahir pada tanggal 15 Agustus 1976. Keluarga tersebut bekerja sebagai petani. Pak Amin mempunyai sawah bengkok. Sawah tersebut merupakan haknya sebagai kepada dusun.
Keluarga ini dikaruniai dua orang anak yang berjenis kelamin perempuan semua. Anak pertama bernama Latifah Setyaningsih yang sekarang kelas 11 jurusan IPA di SMAN 1 Salatiga. Latifah  lahir pada tanggal 27 Februari 1999. Anak yang kedua bernama Akmalatul Munawaroh yang sekarang kelas kelas 5 di SD 1 Piyanggang. Akma lahir pada tanggal 11 Januari 2004.
Kondisi perekonomian keluarga ini termasuk dalam kategori yang sederhana. Kondisi rumahnya layak dan cukup baik bila dibandingkan dengan warganya yang lain. Sejak tahun 1990-an pak Amin Sobiri sudah menjadi perangkat desa. Pak Amin Sobiri juga pernah menjadi kepada desa Keseneng.

  ________________________________________________________________ 



BAB II
KAJIAN TEORETIK

A.     Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat diubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial. Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu ciri fisik dan penampilan. Ciri fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

B.      Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto : 59) yaitu sebagai berikut :
a. Antara orang perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.

b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat.


c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya.
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu, kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

2. Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Dapat dikemukakan bahwa dalam komunikasi terdapat adanya unsur-unsur, yaitu
a.       Komunikator atau penyampai
Dalam hal ini dapat berwujud orang yang sedang berbicara, orang yang sedang menulis, orang yang sedang menggambar, dan orang yang sedang menyiarkan berita di TV.

b.      Pesan atau message yang disampaikan oleh komunikator.
Hal ini dapat berwujud pengetahuan, pemikiran, ide, sikap, dan sebaginya. Pesan ini berkaitan dengan lambang-lambang yang mempunyai arti.


c.       Media atau saluran
Merupakan perangkat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator. Ini yang sering disebut sebagai media komunikasi yang dapat berwujud media komunikasi cetak dan non cetak, verbal dan non verbal.

d.      Penerima pesan atau komunikan
Dapat berupa seorang individu, tetapi juga dapat sekelompok individu-individu. Komunikan ini dapat berbentuk antara lain sebagai pendengar, penonton, ataupun pembaca.
Jenis komunikasi dapat berlangsung searah dan dapat berlangsung dua arah. Komunikasi berlangsung searah bila dalam proses komunikasi tidak ada umpan balik dari komunikan kepada komunikator. Komunikasi ini bersifat pasif. Komunikasi yang berlangsung dua arah adalah komunikasi yang menempatkan komunikan lebih aktif, dalam arti komunikan dapat atau perlu memberikan tanggapan sebagai umpan balik tentang pesan yang diterima komunikator. Komunikasi ini saling memberi umpan, sehingga masing-masing pihak aktif dalam proses komunikasi.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Disamping itu juga, komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

C.    Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif (Processes of Association)
a. Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran  barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan.
4) Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya hanya kooperatif.
5) Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pemboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dll.
b. Akomodasi (Accomodation)
1) Pengertian
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
a)    Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru.
b)   Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu.
c)    Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d)   Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah.

2) Bentuk-bentuk akomodasi
a)      Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun psikologis (tidak langsung).
b)      Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.
c)      Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak bertentangan.
d)     Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e)      Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f)       Toleration, juga sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
g)      Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
h)      Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

3) Hasil-hasil akomodasi
a)      Akomodasi, dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindari masyarakat dari benih-benih perentangan latent yang akan melahirkan pertentangan baru.
b)      Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu demi kerugian pihak lain.
c)      Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda.
d)     Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah.
e)      Perubahan-perubahan dalam kedudukan.
f)       Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi.

c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan. Proses asimilasi timbul bila ada:
1)        Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2)        Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
3)        Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah:
1)      Toleransi
2)      Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3)      Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4)      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5)      Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6)      Perkawinan campur (amalgamation)
7)      Adanya musuh bersama di luar.
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah:
1)      Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2)      Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3)      Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4)      Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5)      Perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah.
6)      In-group feeling yang kuat.
7)      Golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8)      Perbedaan kepentingan dan pertentangan-pertentangan pribadi

2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada salah satu bentuk oposisi, atau lebih menghargai kerja sama, hal itu tergantung pada unsur-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut system nilai, struktur masayarakat dan sistem sosialnya. Factor yang paling menentukan adalah sistem nilai masyarakat tersebut.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal serta lain-lain faktor telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Perlu dijelaskan bahwa pengertian struggle for existence juga dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, keadaan mana menimbulkan kerja sama untuk dapat tetap hidup. Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal yaitu perjuangan manusia melawan sesame, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangan manusia melawan alam. Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu :
a.    Persaingan (competition)
b.    Kontravensi (contravention)
c.    Pertentangan atau pertikaian (conflict)

a. Persaingan (competition)
Adalah suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di antaranya :
1)   Persaingan ekonomi. Timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen.
2)   Persaingan kebudayaan. Menyangkut persaingan kebudayaan, keagamaan, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya.
3)   Persaingan kedudukan dan peranan. Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keingian untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang.
4)   Persaingan ras. Perbedaan ras baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaanperbedaan dalam kebudayaan.
Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1)      Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.
2)      Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3)      Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan social.
4)      Alat untuk menyaring para warga golongan karya (fungsional) yang akhirnya akan menghaslkan pembagian kerja yang efektif.
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan berbagai faktor, antara lain :
1) Kepribadian seseorang
2) Kemajuan masyarakat
3) Solidaritas kelompok
4) disorganisasi

b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
1)      Bentuk-bentuk kontravensi menurut Leopold von Wiese, dan Howard Becker, ada 5, yaitu :
a)      Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, perbuatan kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain.
b)      Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di depan umum, memaki melalui selembaran surat, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain, dan sebagainya.
c)      Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak lain, dsb.
d)     Yang rahasia, seperti mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dll.
e)      Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain, seperti dalam kampanye parpol dalam pemilihan umum.

2)      Tipe-tipe Kontravensi
Menurut von Wiese dan Becker terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu kontravensi generasi masyarakat 9 bentokan antara generasi muda dengan tua karena perbedaan latar belakang pendidikan, usia dan pengalaman), kontravensi yang menyangkut seks (hubungan suami dengan istri dalam keluarga) dan kontravensi parlementer (hubungan antara golongan mayoritas dengan minoritas dalam masyarakat baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga-lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dan seterusnya). Kontravensi, apabila dibandingkan dengan persaingan dan pertentangan bersifat agak tertutup atau rahasia.
Selain tipe-tipe umum tersebut ada ada pula beberapa kontravensi yang sebenarnya terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian,yang dimasukkan ke dalam kategori kontravensi, yaitu :
a) Kontravensi antar masyarakat
b) Antagonism keagamaan
c) Kontravensi intelektual
d) Oposisis moral

c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Penyebab terjadinya pertentangan, yaitu :
1) Perbedaan individu-individu
2) Perbedaan kebudayaan
3) Perbedaan kepentingan
4) Perbedaan sosial
Pertentangan-pertentangan yang menyangkut suatu tujuan, nilai atau kepentingan, sepanjang tidak berlawanan dengan pola-pola hubungan sosial di dalam srtuktur sosial tertentu, maka pertentangan-pertentangan tersebut bersifat positif. Masyarakat biasanya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan benih-benih permusuhan, alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve institutions yang menyediakan objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-pihak yang bertikai ke arah lain.
v Bentuk-bentuk pertentangan antara lain :
1)   Pertentengan pribadi
2)   Pertentangan rasial
3)   Pertentangan antara kelas-kelas social, umumnya disebabkan oleh karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan.
4)   Pertentangan politik
5)   Pertentangan yang bersifat internasional.

v Akibat dari bentuk-bentuk pertentangan adalah sebagai berikut :
1)   Bertambahnya solidaritas “in-group” atau malah sebaliknya yaitu terjadi goyah dan retaknya persatuan kelompok
2)   Perubahan kepribadian
3)   Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu

D.    Jenis-jenis Interaksi Sosial
Ada tiga jenis interaksi sosial, yaitu:
1.        Interaksi antara Individu dan Individu.
Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing. Hal ini sangat dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu, seperti bau minyak wangi atau bau keringat yang menyengat, bunyi sepatu ketika sedang berjalan dan hal lain yang bisa mengundang reaksi orang lain.

2.        Interaksi antara Kelompok dan Kelompok.
Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Contohnya, permusuhan antara Indonesia dengan Belanda pada zaman perang fisik.

3.        Interaksi antara Individu dan Kelompok.
Bentuk interaksi di sini berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Interaksi tersebut lebih mencolok manakala terjadi perbenturan antara kepentingan perorangan dan kepentingan kelompok.

E.     Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang
2.    Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol
3.    Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedan berlangsung
4.    Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat
Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran mengarahkan tindakan pada orang lain. Harus ada orientasi timbal-balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya: cinta atau benci, kesetiaan atau pengkhianatan, maksud melukai atau menolong.

F.     Faktor-faktor Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda-bedakan beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu (vide Bonner, Social Psychology, no. 3):
1.    Faktor Imitasi
Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan faktor imitasi. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Misalnya bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia mengimitasi dirinya sendiri kemudian ia mengimitasi kata-kata orang lain. Ia mengartikan kata-kata juga karena mendengarnya dan mengimitasi penggunaannya dari orang lain.
Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara-cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara-cara memberikan isyarat tanpa bicara, dan lain-lain. Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik.
Peranan imitasi dalam interaksi social juga mempunyai segi-segi yang negatif, yaitu apabila hal-hal yang diimitasi itu mungkinlah salah atau secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya.
Imitasi bukan merupakan dasar pokok dari semua interaksi sosial seperti yang diuraikan oleh Gabriel tarde, melainkan merupakan suatu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku di antara orang banyak.

2. Faktor Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hamper sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya; sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Secara garis besar, terdapat beberapa keadaan tertentu serta syarat-syarat yang memudahkan sugesti terjadi, yaitu:
a. Sugesti karena hambatan berpikir
Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang dianjurkan orang lain. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia – ketika terkena sugesti – berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat terjadi – misalnya – apabila orang itu sudah lelah berpikir, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional. Misalnya: Rapat-rapat Partai Nazi atau rapat-rapat raksasa seringkali diadakan pada malam hari ketika orang sudah cape dari pekerjaannya. Selanjutnya mereka pun senantiasa memasukkan dalam acara rapat-rapat itu hal-hal yang menarik perhatian, merangsang emosi dan kekaguman sehingga mudah terjadi sugesti kepada orang banyak itu.

b. Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Selain dari keadaan ketika pikiran kita dihambat karean kelelahan atau karena rangsangan emosional, sugesti itu pun mudah terjadi pada diri seseorang apabila ia mengalami disosiasi dalam pikirannya, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami keadaan terpecah-belah. Hal ini dapat terjadi – misalnya – apabila orang yangbersangkutan menjadi bingung karena ia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu kompleks bagi daya penampungannya. Apabila orang menjadi bingung, maka ia lebih mudah terkena sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu. Keadaan semacam ini dapat pula menerangkan mengapa dalam zaman modern ini orang-orang yang biasanya berobat kepada dokter juga mendatangi dukun untuk memperoleh sugestinya yang dapat membantu orang yang bersangkutan mengatasi kesulitan-kesulitan jiwanya.

c. Sugesti karena otoritas atau prestise
Dalam hal ini, orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi.

d. Sugesti karena mayoritas
Dalam hal ini, orang lebih cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan apabila ucapan itu didukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golongannya, kelompoknya atau masyarakatnya.

e. Sugesti karena ”will to believe
Terdapat pendapat bahwa sugesti justru membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangn-pandangan tertentu pada orang-orang. Dengan demikian yang terjadi dalam sugesti itu adalah diterimanya suatu sikap-pandangan tertentu karena sikap-pandangan itu sebenarnya sudah tersapat padanya tetapi dalam kedaan terpendam. Dalam hal ini, isi sugesti akan diterima tanpa pertimbangan lebih lanjut karena pada diri pribadi orang yang bersangkutan sudah terdapat suatu kesediaan untuk lebih sadar dan yakin akan hal-hal disugesti itu yang sebenarnya sudah terdapat padanya.

3. Faktor Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besarnya, anak itu belajar menyadari bahwa dalam kehidupan terdapat norma-norma dan peraturan-peraturan yang sebaiknya dipenuhi dan ia pun mempelajarinya yaitu dengan dua cara utama. Pertama ia mempelajarinya karena didikan orangtuanya yang menghargai tingkah laku wajar yang memenuhi cita-cita tertentu dan menghukum tingkah laku yang melanggar norma-normanya. Lambat laun anak itu memperoleh pengetahuan mengenai apa yang disebut perbuatan yang baik dan apa yang disebut perbuatan yang tidak baik melalui didikan dari orangtuanya.
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, anak itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap orangtua yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu.
Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan. Demikianlah, manusia itu terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Di samping itu, imitasi dapat berlangsung antara orang-orang yang tidak saling kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi itu dinilai terlebih dahulu dengan cukup teliti (dengan perasaan) sebelum kita mengidentifikasi diri dengan dia, yang bukan merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.

4. Faktor Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnua simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih.
Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan-lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba-tiba. Gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah berdekatan. Akan tetapi, dalam hal simpati yang timbal-balik itu, akan dihasilkan suatu hubungan kerja sama di mana seseorang ingin lebih mengerti orang lain sedemikian jauhnya, sehingga ia dapat merasa berpikir dan bertingkah laku seakan-akan ia adalah orang lain itu. Sedangkan dalam hal identifikasi terdapat suatu hubungan di mana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain, dan ingin belajar daripadanya karena yang lain itu dianggapnya sebagai ideal. Jadi, pada simpati, dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya sebagai ideal.
Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikaguminya. Simpati bermaksud kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.

  ________________________________________________________________ 


BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN

A.    Temuan Data
Hari pertama live-in, yaitu hari Jumat, 19 juni 2015 ketika peneliti sampai di depan rumahnya tuan rumah yang bernama pak Amin Sobiri, peneliti disambut dengan ramah dan senyuman. Gaya bahasa yang digunakan halus, menggunakan bahasa Jawa krama. Pak Amin meminta maaf atas segala kekurangan yang berada pada rumah ini. Pak Amin merupakan orang yang sopan dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal ini tidak mengherankan karena beliau merupakan kepala dusun disini, yaitu dusun Keseseh desa Keseneng. Ibu Rutiah selaku istri dari pak Amin juga termasuk ramah. Diawal perkenalan, pak Amin berinteraksi dengan peneliti dengan banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya. Interaksi yang dilakukan pak Amin kepada saya merupakan interaksi yang santai, beliau hangat dan beraut wajah ceria. Nada yang digunakan pak Amin pelan, sepertinya pak Amin bisa menyesuaikan dalam berinteraksi dengan peneliti yang berbicara dengan nada pelan.
Salat Jumat tiba, pak Amin mengajak peneliti untuk salat Jumat dengan ramah. Di Masjid kebetulan pak Amin menjadi khatib salat Jumat. Setelah salat Jumat, peneliti kembali ke rumah dan diajak mengobrol pak Amin di ruang keluarga. Pak Amin berusaha menunjukkan keramahannya dalam berinteraksi. Pak Amin berusaha ramah dan baik kepada peneliti dihari pertama Live In ini bisa jadi karena pak Amin ingin membuat peneliti betah untuk tinggal selama beberapa hari disini. Dari obrolan antara peneliti dan pak Amin, ternyata sudah berkali-kali pak Amin menerima tamu KKN untuk tinggal di rumahnya. Hal ini yang bisa jadi membuat pak Amin sudah paham dalam menggunakan interaksi yang pas dengan mahasiswa yang usianya jauh dibawahnya. Peneliti meminta nomor HP pak Amin dan pak Amin memberikannya dengan baik.
Ketika buka puasa tiba, pak Amin dan bu Rutiah selaku tuan rumah mempersilakan peneliti untuk berbuka puasa dengan ramah dan menyenangkan. Pak Amin berpesan kepada peneliti supaya tidak sungkan-sungkan selama tinggal disini. Selain itu, pak Amin juga berpesan untuk mengganggap pak Amin dan keluarganya sebagai keluarga peneliti supaya tidak sungkan-sungkan.
Pada malam hari setelah salat tarawih, pak Amin selaku kepala dusun mengadakan rapat di rumahnya dengan 5 orang tamu yang merupakan perangkat desa. Lima orang tamu tersebut adalah perangkat desa yang empat orang merupakan pria paruh baya dan satu orang merupakan pemuda lulusan program studi pertanian atau agroteknologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta yang di desa tersebut menjabat sebagai ketua karang taruna. Lima orang tamu rapat tersebut diantaranya adalah ketua RT 1 RW 3, ketua RT 2 RW 3, dan tokoh masyarakat. Rapat tersebut meperlihatkan gaya interaksi yang berbeda-beda. Ada satu orang yang mendominasi sekali interaksinya, sebut saja namanya Mr. X. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang sangat pintar sekali dalam berbicara. Gaya bicara Mr. X ini sangat menggebu-gebu, sangat bersemangat, suaranya cempreng, nada suaranya tinggi, suka tersenyum, suka menceritakan kisah hidupnya dan sering sekali membuat orang yang mendengarkannya tertawa karena ceritanya yang lucu. Dari cerita yang dibagikan oleh Mr. X pada anggota rapat tersebut, peneliti melihat bahwa Mr. X tersebut memiliki kepribadian yang pemberani dan menyenangkan. Terlihat bahwa yang paling mendominasi dalam interaksi adalah Mr. X, sedangkan yang paling sedikit dalam berinteraksi bahkan lebih cenderung memperhatikan adalah pemuda yang sebagai ketua karang taruna tersebut. Pak Amin selaku tuan rumah terlihat gaya bicaranya agak dengan nada yang tinggi. Hal ini bisa jadi karena menyesuaikan dengan tamu rapatnya yang berinteraksi dengan nada bicara yang agak tinggi.
Pada hari kedua live-in, yaitu hari Sabtu, 20 Juni 2015, tuan rumah dengan ramah mempersilakan peneliti untuk makan sahur. Ibu Rutiah meminta maaf karena hidangan cuma seadanya saja. Tuan Rumah baik pak Amin dan ibu Rutiah merupakan sosok yang rendah hati dan suka meminta maaf ketika ada suatu kekurangan. Dalam bahasa Jawa yang digunakan beliau, sering menyebut “nyuwun sewu” dan “ngapunten” sebagai tanda untuk mengormati orang lain ketika berinteraksi.
Hari ini desa mengadakan buka bersama di Masjid. Rumah pak Amin dijadikan sebagai tempat untuk memasak. Tidak hal yang mengherankan karena pak Amin merupakan kepala dusun dan wajib menyediakan tempat untuk memasak. Terlihat ibu-ibu sedang bergotong-royong dalam memasak di dapur. Kondisi di rumah pak Amin sangat ramai dengan adanya interaksi dari para ibu-ibu yang memasak. Ada yang fokus untuk memasak, ada yang heboh sendiri karena berat badannya yang tinggi setelah menimbang disitu, dan lain sebagainya. Terlihat bahwa interaksi antar ibu-ibu yang memasak terjalin dengan baik dan penuh dengan kehangatan. Ibu-ibu terlihat kompak dalam memasak dan membantu dalam mempersiapkan buka bersama.
Peneliti diajak pak Amin untuk membantu buka puasa di Masjid sekitar pukul 15.00 WIB. Dalam perjalanan ke Masjid, peneliti menyapa beberapa orang. Sebagian besar orang di desa ini ramah, sedangkan hanya sebagian kecil saja yang cuek dengan peneliti. Setelah sampai di Masjid, warga sangat antusias sekali dalam membantu. Disini terlihat bahwa masyarakatnya kompak dalam bergotong. Tanpa perlu disuruh, sebagian besar masyarakat yang ikut membantu dalam persiapan buka bersama sudah otomatis melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini terjadi karena adanya kebiasaan yang dipelajari oleh masyarakat desa tersebut. Hanya beberapa pemuda saja yang lebih banyak berdiam diri daripada membantu dikarenakan tidak adanya sosok pemimpin yang mengomando. Mereka yang berdiam diri bisa jadi karena bingung mau membantu melakukan apa karena pembagian pekerjaan yang tidak merata dan melihat Masjid yang sudah mulai rapi. Beberapa pemuda yang membantu di Masjid ada yang sangat senang sekali berinteraksi dan ada yang lebih suka berdiam diri. Beberapa pemuda tersebut mau berinteraksi dengan peneliti. Pemuda tersebut berinteraksi peneliti dengan ramah.
Peneliti mengamati anak-anak SD kelas satu di Masjid tersebut yang berinteraksi dengan teman sebayanya dengan bercanda dan memainkan sendok. Peneliti mencoba mendekati mereka dan mereka menerima peneliti dengan baik. Ada satu laki-laki dan satu perempuan dalam kelompok anak SD tersebut yang mendominasi dalam interaksi yang terjadi dalam kelompoknya. Laki-laki tersebut bernama Ale yang memiliki semangat dan leadership yang kuat dalam kelompoknya. Kelompok anak-anak SD tersebut sangat ramah dalam berinteraksi, baik berinteraksi dengan orang yang sudah lama dikenal maupun yang baru dikenal.
Waktu sudah mendekati buka puasa, peneliti duduk di Masjid bersama dengan warga yang memenuhi Masjid. Dibelakang peneliti, ada ibu-ibu yang sedang membicarakan peneliti. Sepertinya ibu tersebut tertarik dengan peneliti dan akhirnya peneliti menoleh kebelakang untuk berintaraksi dengan ibu tersebut. Ibu tersebut ramah dan berbicara dengan tersenyum kepada peneliti. Kondisi dalam masjid menjadi agak ramai karena masyarakatnya saling berinteraksi. Masyarakat di sini sebagian besar welcome dengan pendatang baru (peneliti) dan berinteraksi dengan ramah dan tersenyum.
Didepan peneliti ada mas Awal yang mengajak mengobrol. Mas Awal merupakan mahasiswa semester 8 di Universitas PGRI Semarang yang sedang liburan di desanya. Mas Awal mempunyai ketertarikan yang besar kepada peneliti. Mas Awal berkomunikasi dengan sangat ramah dan menyenangkan kepada peneliti. Mas Awal bercerita bahwa dirinya sangat senang sekali dalam berteman dan mengenal orang lain. Baginya berteman untuk membangun link itu sangat penting. Buka puasa tiba, mas Awal yang makan dan mulutnya penuh dengan nasi masih saja mengobrol dengan peneliti karena memang mengobrol merupakan kesenangan baginya. Ketika para hadirin yang berbuka puasa sudah banyak yang selesai, secara otomatis masyarakat bergotong-royong untuk membersihkan Masjid dengan cepatnya karena mau dipakai untuk salat Maghrib. Masyarakat di desa ini kompak dalam bergotong royong. Para ibu-ibu saling bahu-membahu dalam membersihkan piring dan gelas di halaman Masjid.
Setelah tarawih, para warga pergi ke rumah pak Amin untuk mengembalikan perlengkapan buka puasa bersama tadi, diantaranya adalah piring dan gelas. Kondisi rumah pak Amin menjadi ramai warga yang saling berinteraksi. Terlihat seorang anak kecil perempuan sekitar kelas 1 SD yang tadinya di Masjid membantu dalam persiapan buka bersama. Dia sangat senang sekali menggoda peneliti, anggap saja namanya Betty. Betty sangat bersemangat dan ceria sekali dalam berinteraksi dengan peneliti, padahal Betty baru mengenal peneliti dalam waktu 4 jam saja. Betty senang menggoda peneliti dengan memegang tubuh peneliti secara diam-diam, lalu kabur sambil tertawa dengan hebohnya. Selain itu, Betty suka menjulurkan lidahnya dengan raut wajah yang ceria kepada peneliti. Betty memang suka bermain dengan menggoda orang lain. Hal tersebut diulangi Betty berkali-kali, sampai-sampai ibunya memperingatkan ulah Betty tersebut. Peneliti berulang kali berusaha menanyakan siapa namanya, tetapi Betty tidak menjawab dan malah menjulurkan lidahnya sambil tersenyum.
Peneliti berusaha berkenalan dengan anaknya pak Amin yang bernama Latifah dan disambut baik. Dia perempuan kelas 11 SMA jurusan ipa di SMA 1 Salatiga.  Interaksinya kepada peneliti sangat ramah, suaranya halus, dan murah senyum. Dia suka bermain-main dengan adiknya perempuan yang bernama Akma dan juga sepupunya yang bernama kafi. Adiknya Akma kelas 5 SD dan tidak mempunyai ketertarikan untuk berinteraksi dengan peneliti.
Pada hari ketiga live-in, yaitu, hari Minggu, 21 Juni 2015, peneliti diajak pak Amin dan bu Rutiah untuk pergi ke sawah. Disitu juga terdapat beberapa warga yang bekerja di sawah. Terjadi sedikit masalah pada antar warga. Mr. X yang sudah mengumpulkan rumput di sawah ternyata rumputnya diambil oleh warga lain karena salah persepsi. Mr.X berkomunikasi dengan orang tersebut menggunakan nada yang tinggi dan raut wajah yang serius, lalu akhirnya ternyum. Masalah antara Mr. X dengan orang tersebut sudah selesai dan tidak dianggap sebagai masalah yang serius, karena merupakan masalah yang sepele karena kesalahpahaman. Bu Rutiah terlihat mengobrol santai dengan Mr. X sambil bekerja. Beberapa warga yang di sawah ada yang cuek dengan yang lain karena fokus dalam bekerja. Ketika di sawah, keponakan pak Amin yang bernama Kafi juga ikut. Ketika memetik cabe di sawahm Kafi usil melempar-lempar cabai yang sudah dipetiknya. Pak Amin dan bu Rutiah yang tahu langsung memperingatkan Kafi dengan nada yang halus dan ramah.
Pada hari keempat live-in, yaituh hari Senin, 22 Juni 2015, pada siang hari peneliti lewat dijalan dengan sengaja diam tanpa menyapa warga si sekitar. Reaksi warga beberapanya hanya melihat peneliti dan beberapa cuek. Beberapa warga hanya melihat peneliti sebagai tanda bahwa memiliki ketertarikan sosial.
Kafi bermain laptop dengan sangat lama dalam beberapa hari belakangan ini. Pak Amin dan bu Rutiah memperingatkannya dengan halus supaya jangan bermain lama-lama, namun Kafi masih tetap fokus bermain dan cuek. Hal ini berbeda ketika peneliti memintanya untuk berhenti, dengan cepatnya Kafi mau menurut. Tidak ada yang salah dengan cara pak Amin dan bu Rutiah yang berusaha membujuk Kafi supaya tidak bermain lama-lama, karena caranya sudah halus dan ramah.
Malam ini pak Amin kedatangan tamu dua orang pemuda sekitar pukul 21.00. Peneliti harus membangunkan pak Amin yang tertidur. Pak Amin berinteraksi dengan mereka beraut wajah yang datar karena masih ngantuk. Ketika sudah di ruang tamu untuk bertemu dengan tamunya, sedikit komunikasi dan pak Amin kembali lagi ke kamar untuk mengambil uang. Pak Amin lalu kembali lagi ke ruang tamu sambil menghitung uang tanpa bicara, sedangkan dua pemuda tersebut saling mengobrol satu sama lain. Ketika sudah selesai menghitung uang, pak Amin mengbrol dengan menyelipkan beberapa candaan. Pak Amin berbicara dengan tersenyum, raut wajahnya berubah dari datar menjadi senang. Lawan bicara pak Amin sebut saja Mr. Y juga ikut tersenyum saat pak Amin berbicara dengan tersenyum. Pembicaraan mereka terlihat menyenangkan, apalagi Mr. Y yang menerima uang tersebut tersenyum sambil memegang uang. Kedua pemuda tersebut lalu pulang dengan raut wajah yang gembira. Setelah kedua tamunya pergi, pak Amin ke kamar partner-nya peneliti yaitu Aan untuk mengajak Kafi yang sedang asyik menonton film supaya tidur. Setelah itu peneliti diajak ke sawah untuk memindahkan sistem perairan di sawahnya. Pak Amin dan peneliti naik motor berboncengan. Pak Amin melewati masjid dan bertemu dengan warganya yang sedang duduk di depan Masjid. Dengan otomatis pak Amin menyapa warganya dengan memencet klakson pada motornya. Setelah sampai di sawah, sesekali pak Amin berbicara dengan peneliti secara ramah. Setelah urusan di sawah selesai, peneliti dan pak Amin pulang. Melewati masjid lagi dan pak Amin memencet klakson motonya untuk menyapa warganya yang masih duduk didepan Masjid. Beberapa warga yang disapa dengan klakson bel, hanya satu orang yang membalas sapaannya dengan bahasa verbal.
Hari kelima live-in, yaitu hari Selasa, 23 Juni 2015, sekitar pukul 11.00 peneliti duduk di ruang tamu. Datang ibu-ibu yang ingin mengambil sembako dan melihat peneliti. Ibu tersebut menyapa peneliti dan mengajak peneliti mengobrol. Ternyata ibu tersebut adalah ibunya mas Awal, masih satu keluarga dengan pak Amin dan ibu Rutiah. Ibu tersebut berbicara kepada peneliti dengan ramah dan hangat. Ibu tersebut memiliki ketertarikan kepada orang yang belum dikenalnya (peneliti). Sesekali ibu tersebut tersenyum dan tertawa dalam obrolannya dengan peneliti. Cukup lama peneliti mengobrol dengan ibu tersebut.

B.     Pembahasan
Hari pertama live-in, yaitu hari Jumat, 19 juni 2015 ketika peneliti sampai di depan rumahnya tuan rumah yang bernama pak Amin Sobiri, peneliti disambut dengan ramah dan senyuman. Gaya bahasa yang digunakan halus, menggunakan bahasa Jawa krama. Dalam hal ini sudah bisa dikatakan sebagai interaksi sosial, karena sudah memenuhi syarat, yaitu terjadinya kontak sosial dan komunikasi. Bentuk kontak sosialnya adalah antara orang perorangan. Kontak sosial yang terjadi ini adalah kontak positif, karena mengarah pada suatu kerja sama antara peneliti dan pak Amin. Media interaksi sosial yang digunakan adalah komunikasi non cetak dan verbal. Jenis komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi yang berlangsung dua arah yang menempatkan komunikan dan komunikator saling aktif, dalam arti komunikan dapat atau perlu memberikan tanggapan sebagai umpan balik tentang pesan yang diterima komunikator. Komunikasi ini saling memberi umpan, sehingga masing-masing pihak aktif dalam proses komunikasi.
Diawal perkenalan, pak Amin berinteraksi dengan peneliti dengan banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya. Interaksi yang dilakukan pak Amin kepada saya merupakan interaksi yang santai, beliau hangat dan beraut wajah ceria. Nada yang digunakan pak Amin pelan, sepertinya pak Amin bisa menyesuaikan dalam berinteraksi dengan peneliti yang berbicara dengan nada pelan. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan dan sikap bersahabat. Sikap yang dilakukan pak Amin dalam memperlakukan peneliti merupakan cara supaya dianggap bersahabat.
Keramahan pak Amin juga karena faktor simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua atau lebih orang yang setaraf. Pada simpati, dorongan utama adalah pak Amin ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan peneliti.
Pada malam hari setelah salat tarawih, pak Amin selaku kepala dusun mengadakan rapat di rumahnya dengan 5 orang tamu yang merupakan perangkat desa. Ada satu orang yang mendominasi sekali interaksinya, sebut saja namanya Mr. X. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang sangat pintar sekali dalam berbicara. Gaya bicara Mr. X ini sangat menggebu-gebu, sangat bersemangat, suaranya cempreng, nada suaranya tinggi, suka tersenyum, suka menceritakan kisah hidupnya dan sering sekali membuat orang yang mendengarkannya tertawa karena ceritanya yang lucu. Dari cerita yang dibagikan oleh Mr. X pada anggota rapat tersebut, peneliti melihat bahwa Mr. X tersebut memiliki kepribadian yang pemberani dan menyenangkan. Terlihat bahwa yang paling mendominasi dalam interaksi adalah Mr. X. Dalam kontak sosial sebagai syarat terjadinya interaksi, Mr. X. sudah termasuk dalam bentuk kontal sosial Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia, karena Mr. X. bercerita  dengan kelompok rapat tersebut. Komunikasi yang disampaikan oleh Mr. X. yang mencurahkan ide pikirannya berupa cerita tentang pengalaman hidupnya sudah termasuk dalam unsur komunikasi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Media komunikasi yang disampaikan adalah non cetak dan  verbal.
Mr. X. dalam interaksinya dalam bercerita tentang pengalaman hidupnya sudah melakukan sugesti, yaitu seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Sugesti yang dilakukan mudah karena dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang dikenainya mengambil alih pandangan-pandangan dari orang lain tanpa memberinya pertimbangn-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang yang terkena sugesti itu menelan apa saja yang katakan oleh Mr. X. karena tidak berani melawan. Hal ini tentu lebih mudah terjadi apabila ia ketika terkena sugesti berada dalam keadaan ketika cara-cara berpikir kritis itu sudah agak terkendala. Hal ini juga dapat terjadi ketika orang itu sudah lelah berpikir karena rapat yang dilakukan malam hari, tetapi juga apabila proses berpikir secara itu dikurangi dayanya karena sedang mangalami rangsangan-rangsangan emosional.
Mr. X. juga melakukan sugesti otoritas orang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh para ahli dalam bidangnya sehingga dianggap otoritas pada bidang tersebut atau memiliki prestise sosial yang tinggi. Mr. X. cukup disegani oleh kelompok rapatnya tersebut dan memiliki otoritas yang paling tinggi dari kelompoknya karena menguasai seluruh interaksi.
Dalam rapat yang dilakukan tersebut, terjadi kerja sama, yaitu suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Dalam rapat tentunya memiliki tujuan yang akan dibahas dan membutuhkan kerja sama yang baik untuk menghasilkan kesepakatan yang baik. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Bentuk kerja sama yang dilakukan dalam rapat tersebut adalah ko-optasi, suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi organisasi yang bersangkutan. Rapat tersebut membahas tentang keuangan, jika pak Amin sebagai kepala dusun tidak bisa bekerja sama dengan baik kepada perangkat desa, maka akan terjadi kegoncangan dalam organisasi akibat konflik, namun konflik tersebut tidak terjadi.
Dalam rapat tersebut juga terjadi yang namanya asimilasi yang  ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan. Proses asimilasi dalam rapat tersebut timbul karena Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
Asimilasi dalam rapat tersebut mudah terjadi karena adanya toleransi, sikap saling menghargai, sikap terbuka antara pak Amin dan anggota rapatnya, dan persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan karena pak Amin dan anggota rapatnya tinggal dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama. Interaksi yang dilakukan pak Amin sebagai kepala dusun dalam rapat tersebut adalah interaksi antara Individu dan Kelompok.
Yang paling sedikit dalam berinteraksi dirapat tersebut dan bahkan cenderung diam memperhatikan adalah pemuda yang sebagai ketua karang taruna tersebut. Pemuda ini sedang melakukan identifikasi. Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud. Istilah identifikasi timbul dalam uraian Freud mengenai cara-cara seorang anak belajar norma-norma sosial dari orang tuanya, namun pemuda tersebut belajar dari para anggota rapat yang lebih tua. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi pemuda dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti seseorang secara lahiriah saja, tetapi justru secara batin. Artinya, pemuda itu secara tidak sadar mengambil alih sikap-sikap yang diidentifikasinya yang dapat ia pahami norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada pemuda itu. Sebenarnya, manusia ketika ia masih kekurangan akan norma-norma, sikapsikap, cita-cita, atau pedoman-pedoman tingkah laku dalam bermacam-macam situasi dalam kehidupannya, akan melakukan identifikasi kepada orang-orang yang dianggapnya tokoh pada lapangan kehidupan tempat ia masih kekurangan pegangan.
Demikianlah, manusia khususya pemuda tersebut akan terus-menerus melengkapi sistem norma dan cita-citanya itu, terutama dalam suatu masyarakat yang berubah-ubah dan yang situasi-situasi kehidupannya serba ragam.
Pak Amin selaku tuan rumah dalam rapat terlihat gaya bicaranya agak dengan nada yang tinggi. Hal ini bisa jadi karena menyesuaikan dengan tamu rapatnya yang berinteraksi dengan nada bicara yang agak tinggi. Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Pada hari kedua live-in, yaitu hari Sabtu, 20 Juni 2015, desa mengadakan buka bersama di Masjid. Rumah pak Amin dijadikan sebagai tempat untuk memasak. Terlihat ibu-ibu sedang bergotong-royong dalam memasak di dapur. Kondisi di rumah pak Amin sangat ramai dengan adanya interaksi dari para ibu-ibu yang memasak. Ibu-ibu tersebut sudah melakukan bentuk interaksi sosial proses assiatif, yaitu kerja sama. Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Ibu-ibu tersebut memiliki tujuan bersama, yaitu menyelesaikan memasak untuk acara buka puasa bersama di Amshid.
Bentuk dan pola-pola kerja sama yang dilakukan oleh ibu-ibu tersebut dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa sebelumnya di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama, agar rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Bentuk kerja sama yang dilakukan oleh ibu-ibu tersebut adalah kerukunan dalam bergotong royong.
Peneliti diajak pak Amin untuk membantu buka puasa di Masjid sekitar pukul 15.00 WIB. Dalam perjalanan ke Masjid, peneliti menyapa beberapa orang. Sebagian besar orang di desa ini ramah, sedangkan hanya sebagian kecil saja yang cuek dengan peneliti. Setelah sampai di Masjid, warga sangat antusias sekali dalam membantu. Disini terlihat bahwa masyarakatnya kompak dalam bergotong. Dalam acara persiapan buka bersama ini, warga telah melakukan yang namanya kerja Sama (Cooperation). Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (in-group-nya) dan kelompok lainnya (out-group-nya). Kerja sama ini mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seseorang atau segolongan orang. Bentuk kerja sama ini termasuk dalam kerukunan yang mencakup gotong royong. Jenis interaksi yang digunakan adalah interaksi antara individu dengan individu.
Beberapa pemuda tersebut yang di Masjid mau berinteraksi dengan peneliti. Pemuda tersebut berinteraksi kepada peneliti dengan ramah. Awalnya pemuda tersebut melihat peneliti dengan melakukan kontak sosial dengan bentuk antara orang perorangan, lalu memulai untuk mengajak berkomunikasi. Komunikasi yang terjadi adalah secara dua arah. Komunikasi yang berlangsung dua arah adalah komunikasi yang menempatkan komunikan lebih aktif, dalam arti komunikan dapat atau perlu memberikan tanggapan sebagai umpan balik tentang pesan yang diterima komunikator. Komunikasi ini saling memberi umpan, sehingga masing-masing pihak aktif dalam proses komunikasi.
Pada hari ketiga live-in, yaitu, hari Minggu, 21 Juni 2015, peneliti diajak pak Amin dan bu Rutiah untuk pergi ke sawah. Disitu juga terdapat beberapa warga yang bekerja di sawah. Terjadi sedikit masalah pada antar warga. Mr. X yang sudah mengumpulkan rumput di sawah ternyata rumputnya diambil oleh warga lain karena salah persepsi. Mr.X berkomunikasi dengan orang tersebut menggunakan nada yang tinggi dan raut wajah yang serius, lalu akhirnya tersenyum. Masalah antara Mr. X dengan orang tersebut sudah selesai dan tidak dianggap sebagai masalah yang serius, karena merupakan masalah yang sepele karena kesalahpahaman.
Terjadi akomodasi dalam pertentangan diinteraksi ini yang dilakukan oleh warga yang mengambil rumput tersebut. Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya
Akomodasi yang dilakukan oleh warga yang mengambil rumut tersebut untuk mengalah adalah dengan tujuan mengurangi pertentangan sebagai akibat dari perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru. Selain itu, untuk Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu. Bentuk akomodasi yang dilakukan adalah Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.
Akomodasi tersebut menghasilkan integrasi untuk menghindari masyarakat dari benih-benih perentangan latent yang akan melahirkan pertentangan baru. Menekan oposisi, seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu demi kerugian pihak lain. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah. Perubahan-perubahan dalam kedudukan. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi. Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Hari kelima live-in, yaitu hari Selasa, 23 Juni 2015, sekitar pukul 11.00 peneliti duduk di ruang tamu. Datang ibu-ibu yang ingin mengambil sembako dan melihat peneliti. Ibu tersebut menyapa peneliti dan mengajak peneliti mengobrol. Ternyata ibu tersebut adalah ibunya mas Awal, masih satu keluarga dengan pak Amin dan ibu Rutiah. Ibu tersebut berbicara kepada peneliti dengan ramah dan hangat. Ibu tersebut memiliki ketertarikan kepada orang yang belum dikenalnya (peneliti). Sesekali ibu tersebut tersenyum dan tertawa dalam obrolannya dengan peneliti. Cukup lama peneliti mengobrol dengan ibu tersebut. Terjadi kontak sosial dengan bentuk antara orang perorangan. Terjadi komunikasi yang berwujud pembicaraan dengan perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan.

___________________________________________________________________________


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
Dari data dan pembahasan yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka bisa disimpulkan bahwa interaksi sosial antara warga dengan warga cukup baik dan ramah. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa krama. Penggunaan bahasa Jawa disini sangat kental sekali. Kerja sama dan gotong royong dalam desa ini sangat baik sekali, karena interaksi sosial berjalan dengan baik. Interaksi sosial antara warga dengan peneliti sebagai orang baru cukup baik, bahkan cukup banyak yang memiliki ketertarikan untuk memulai interaksi terlebih dahulu kepada peneliti.

B.  Saran
Saran yang bisa penulis sampaikan adalah dalam berinteraksi sosial, kita perlu menyesuaikan dengan kebudayaan dan kepribadian dari masing-masing individu dalam masyarakat. Kita tidak bisa berinteraksi dengan gaya yang sama pada daerah yang berbeda. Mempelajari interaksi sosial itu sangat penting karena kita adalah makhluk sosial yang akan membutuhkan orang lain dan harus menggunakan interaksi sosial untuk bisa bertahan hidup.
 


________________________________________________________________



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Gerungan, W.A. 2002. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Sitorus, M. 2001. Berkenalan dengan Sosiologi Edisi Kedua Kelas 2 SMA. Bandung: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi.
 ________________________________________________________________ 


FOTO SELAMA KEGIATAN
(Sekalian Liburan, hehehe)













 

Tentang Pemilik Blog Ini

Lagu

Blogger news


Blogger templates