Penulis : Riko Septyan Nor Saputra
(Mahasiswa S-1 Psikologi Universitas Negeri Semarang)
Sebagian
besar siswa SMA yang sudah lulus akan melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi, baik itu perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Ketika
sudah terdaftar di perguruan tinggi, maka status yang sebelumnya yang bernama
siswa akan berubah menjadi mahasiswa. Mahasiswa baru harus beradaptasi dengan
lingkungan kampusnya, baik itu beradaptasi dengan sistem pembelajaran maupun
dengan teman-teman barunya. Pada mahasiswa baru yang usianya remaja, mereka
sangat membutuhkan teman. Mereka senang kalau banyak teman baru yang
menyukainya dan bahagia apabila ada orang yang mendengar ucapannya. Mahasiswa
baru membutuhkan orang yang bisa diajak bicara tentang sesuatu hal yang terjadi
diusianya.
Pada masa ini, mahasiswa
masih merasa ragu-ragu dan bimbang dalam memilih atau mengambil keputusan.
Kebingungan ini karena mahasiswa masih menjalani tugas perkembangan dari
Erikson yang kelima, yaitu identitas versus kebingungan identitas. Pada masa
ini, mahasiswa dihadapkan pada penemuan jati diri. Mahasiswa dihadapkan pada
banyak peran baru dan status kedewasaaan. Mahasiswa baru kebingungan karena
tidak tahu harus memilih status yang mana. Oleh karena itu, wajar apabila
mereka memerlukan teman yang bisa diajak berbagi.
Kebutuhan mahasiswa
baru untuk mendapatkan teman yang belum dikenalnya merupakan hal yang sangat
alamiah. Ketika pertama kali mahasiswa baru berkenalan dengan mahasiswa baru
yang lain, maka biasanya mahasiswa tersebut akan melakukan yang namanya hallo effect. Hallo Effect adalah kesan positif atau negatif dari orang yang pertama
kali baru ditemui atau baru dikenal. Pada dasarnya setiap kali berkenalan
dengan orang yang baru, kita sebagai manusia tidak akan menampilkan semua
sifat-sifat yang baik dan buruk. Hal ini juga dilakukan oleh mahasiswa baru
ketika berusaha berkenalan untuk mendapatkan teman, maka sifat-sifat asli dari
mahasiswa baru tersebut tidak akan ditampilkan semuanya.
Tujuan mahasiswa baru
melakukan hallo effect adalah untuk
membuat calon temannya tertarik, yaitu dengan menampilkan semua sifat-sifat
baiknya dan menyembunyikan sifat-sifat buruknya. Sangat tidak mungkin apabila
mahasiswa baru tersebut menampilkan sifat buruknya ketika berkenalan dengan
calon temannya di perguruan tinggi. Mahasiswa baru akan acting dengan menampilkan sifat-sifatnya baiknya, apalagi ketika
mahasiswa baru tersebut berkenalan dengan calon temannya yang jenis kelaminnya
beda. Mahasiswa baru yang mempunyai sifat asli yang buruk seperti suka berkata
kotor dan kurang ramah akan mengubah dirinya menjadi pribadi yang santun dalam
berbicara dan ramah supaya dirinya diterima dengan calon temannya.
Interaksi
pada masa remaja khususnya mahasiswa baru merupakan hal yang sangat penting.
Menurut pakar teori interaksi, yaitu Thibaut dan Kelley menjelaskan bahwa
interaksi merupakan peristiwa yang saling memengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama. Dalam setiap kasus interaksi, tindakan dari
seseorang bertujuan untuk memengaruhi individu lain. Mahasiswa baru yang
melakukan hallo effect ingin
memengaruhi calon temannya supaya calon temannya tersebut berpikiran bahwa
dirinya merupakan pribadi yang menarik untuk dijadikan teman baru.
Pada
waktu akan mengadakan suatu pertemuan pertama dengan orang yang tidak dikenal
sebelumnya, maka mahasiswa baru biasanya akan mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Tujuan dari persiapan ini adalah supaya timbul kesan yang positif pada
kenalan barunya. Hal ini dilakukan karena adanya keyakinan bahwa kesan pertama
memiliki arti yang penting untuk hubungan pertemanan selanjutnya. Ada gejala
bahwa informasi yang didapat pertama kali lebih berpengaruh terhadap
pembentukan kesan daripada informasi yang didapatkan berikutnya. Beberapa
penyebabnya dari pembentukan kesan ini adalah supaya orang menyimpan informasi
awal yang datang, memori orang lain akan dengan mudah mengorganisasikannya di
dalam ingatan dan bisa bertahan lebih lama.
Dalam pembentukan kesan
dari hallo effect, isyarat non verbal
sering menduduki tempat paling awal. Isyarat ini tidak terbatas pada ekspresi
wajah, tetapi juga cara berpakaian, gerak tubuh, dan cara berperilaku. Meskipun
makna dalam isyarat bisa berlainan antara satu tempat dengan tempat yang lain,
namun pada umumnya isyarat non verbal sangat penting artinya dalam komunikasi
dan persepsi. Hallo effect biasanya
dikaburkan dengan penampilan, yaitu mengatur penampilan supaya orang lain
tertarik. Mahasiswa baru pada hari pertama masuk kuliah akan berpakaian yang rapi
dan bertingkah laku yang baik, karena mereka akan dinilai oleh mahasiswa baru
yang lain. Mahasiswa baru tersebut tidak mau calon temannya tertarik kepada
orang lain karena khawatir jika tidak mendapatkan teman. Mahasiswa baru akan
membuat calon temannya untuk tertarik kepadanya. Seseorang yang menarik
wajahnya biasanya akan diberi penilaian yang baik. Orang yang memberi penilaian
baik ini berarti mempunyai sikap yang positif. Oleh karena itu, ketertarikan
didefinisikan sebagai sikap positif terhadap orang lain.
Apabila orang yang
cantik atau tampan dinilai menyenangkan, maka orang lain akan tertarik. Orang
yang memiliki karakteristik menyenangkan terbukti memiliki banyak teman atau
mendapatkan lebih banyak simpati. Sebaliknya, orang akan kurang suka berteman
dengan orang yang kasar, kurang ajar, urakan, dan berbagai sifat negatif yang
lainnya. Mahasiswa baru akan berusaha menampilkan kelakuan yang menyenangkan
kepada calon temannya. Dengan hal tersebut, maka wajar ketika mahasiswa baru
melakukan hallo effect pada calon temannya. Mahasiswa baru akan berusaha
tampil percaya diri dihadapan calon temannya karena mereka tahu bahwa orang
lain menyukai orang yang tampil percaya diri.
Mahasiswa baru yang
berjenis kelamin laki-laki dengan suara asli yang cempreng, beberapa diantaranya mengubah suaranya menjadi lebih
dalam dan berat dihadapan calon temannya yang berjenis kelamin perempuan karena
mereka tahu bahwa perempuan tertarik kepada laki-laki berwibawa yang suaranya
dalam dan berat. Laki-laki dengan kepribadian yang berwibawa adalah yang
suaranya berat dan posisi tubuhnya tegak atau tidak membungkuk, maka dengan
indikator tersebut mahasiswa baru yang berjenis kelamin laki-laki akan mengubah
kepribadiannya seperti itu dihadapan calon temannya yang berjenis kelamin
perempuan. Pada mahasiswa baru yang berjenis kelamin perempuan yang suara
aslinya nyelemong dan keras, beberapa dari mereka akan mengubah
suaranya menjadi halus dan pelan karena mereka tahu bahwa laki-laki menyukai
perempuan yang suaranya halus dan lembut.
Faktor yang
mempengaruhi ketertarikan orang lain ada empat, yaitu (1) karakteristik aktor;
(2) faktor penerima; (3) variabel-variabel interpersonal; dan (4) faktor
kondisi yang ada atau yang menyertai. Yang dimaksud karakteristik aktor adalah
orang yang menjadi subjek penilaian. Ada beberapa karakteristik yang
menimbulkan penilaian positif bagi pihak lain, yaitu adanya daya tarik fisik.
Bentuk tubuh yang seksi, atletis, dan wajah yang cantik atau tampan umumnya menimbulkan kesan yang positif bagi
orang yang menilai. Karena penilaian positif akan memberikan dampat lebih
lanjut, maka untuk menarik orang lain mendekat, berkenalan, dan sebagainya,
sering digunakan kecantikan dan ketampanan ini. Pada dasarnya sesuatu yang
berhubungan dengan masalah hubungan sosial, untuk mencapai sukses daya tarik
fisik ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Oleh karena itu,
mahasiswa baru akan memaksimalkan penampilan fisiknya pada hari pertama masuk
kuliah.
Sesaat setelah bertemu
dengan orang lain, maka mahasiswa baru akan memiliki kecenderungan untuk
secepatnya mengategorisasikan calon kenalannya tersebut ke dalam suatu ciri
tertentu. Penilaian yang cepat ini sering ditemui dalam penilaian awal dengan
munculnya hallo effect, yaitu
tendensi untuk berpikir dan menilai bahwa orang yang kualitas baik pada satu
hal juga memiliki kualitas yang baik pada berbagai hal. Membuat suatu kategori
ini juga memiliki kecenderungan untuk berperilaku tertentu terhadap orang yang
dinilai berdasarkan asumsi penilai dengan harapan orang tersebut juga akan
berbuat seperti yang diharapkan oleh penilai.
Ketika mahasiswa baru
berkenalan dengan calon temannya dan menyebutkan bahwa mahasiswa tersebut dari
daerah tertentu, maka mahasiswa tersebut akan membentuk kesan sesuai dengan
sifat ideal dari daerahnya. Misalnya mahasiswa baru tersebut berasal dari
daerah Solo dan berkenalan dengan mahasiswa baru yang berasal dari daerah
Jakarta, maka mahasiswa dari Solo tersebut akan membentuk kesan dengan
bertingkah laku sopan, berbicara dengan halus dan bernada rendah. Mahasiswa
tersebut akan cenderung takut kalau sifatnya tidak sesuai dengan sifat ideal
dari daerah Solo dan diprotes oleh calon temannya karena tidak sesuai dengan
persepsi calon temannya tersebut.
Hallo
effect sebenarnya
merupakan proses interaksi yang dramatis dan cenderung penuh kepalsuan.
Mahasiswa yang mempunyai kepribadian yang terbuka (ekstrovert) akan lebih mudah melakukan drama untuk berpura-pura
baik supaya berkesan bagi calon temannya, sedangkan mahasiswa yang mempunyai
kepribadian yang tertutup (introvert)
akan sulit untuk berpura-pura menjadi orang yang baik. Orang yang ekstrovert akan sangat mudah untuk
berdrama seperti orang introvert,
sedangkan orang introvert akan sulit
untuk berdrama seperti orang ekstrovert karena
untuk menjadi orang yang ekstrovert dibutuhkan
energi yang lebih banyak untuk bisa mengeluarkan ekspresinya. Walaupun
demikian, beberapa omahasiswa baru yang introvert
mampu untuk berpura-pura menjadi orang yang ekstrovert karena mereka sedang dalam keadaan yang sangat senang
dan sangat bersemangat. Biasanya minggu pertama dalam perkuliahan, mahasiswa
baru masih dalam keadaan semangat dan senang karena belum masih dalam tahap
perkenalan kampus dan belum ada tugas kuliah yang memberatkan mereka.
Tidak semua mahasiswa
mahasiswa baru menampilkan hallo effect yang
sesuai dengan kenyataan atau sifat aslinya. Hallo
effect yang dibuat-buat atau menampilkan perilaku yang tidak asli suatu
saat sifat aslinya dari mahasiswa baru tersebut akan terlihat. Hal ini
dikarenakan berperilaku yang tidak
sesuai dengan sifat asli untuk membuat calon temannya tertarik dan mau menerima
dirinya akan membuatnya jenuh dan bosan. Jika kita mau mengingat-ngingat, pasti
tingkah laku sahabat kita yang sekarang ini berbeda dengan tingkah lakunya saat
pertama kali berkenalan dengan kita. Hal ini membuktikan bahwa Hallo effect sifatnya hanya sementara
saja, tidak permanen. Sifat yang dibuat-buat untuk membuat orang lain terkesan
merupakan hal yang melelahkan. Pada kenyataan yang sekarang ini, kita yang
dulunya pernah menjadi mahasiswa baru mungkin akan berpikir bahwa teman yang
yang dulu kita kenal pertama ternyata sekarang sifatnya berbeda.
Hallo
effect adalah hal yang
wajar dilakukan bagi semua orang yang baru mengenal orang lain, apalagi
mahasiswa baru yang masih remaja. Tanpa sadar mahasiswa baru sudah melakukan hallo effect dan bahkan ada yang sudah
menjadi kebiasaan. Kebiasaan terjadi karena sesuatu hal yang diulang secara
terus-menerus. Hallo effect boleh
dilakukan bagi siapapun, asalkan jangan berlebihan. Pada dasarnya sesuatu yang
berlebihan tidak baik dan justru bisa merugikan diri sendiri. Walaupun hallo effect membantu dalam proses
berkenalan pada mahasiswa baru, namun hallo
effect dapat menimbulkan kerugian berupa rasa kecewa dari teman karena
perilaku yang dibuat-buat hanya untuk menampilkan kesan pertama. Orang lain
tidak suka jika berteman dengan orang yang terlalu berpura-pura. Hallo effect pada kenyataannya tidak
bisa bertahan lama, sehingga mahasiswa baru jangan terlalu mengandalkan hallo effect untuk berkenalan dengan
calon temannya. Mahasiswa baru yang terlalu lama menggunakan hallo effect merupakan tanda bahwa orang
tersebut tidak menerima dirinya sendiri dan tidak jujur kepada orang lain
karena penuh dengan kepura-puraan.
Daftar Pustaka
Ali, Mohammad,
dan Mohammad Asrori. 2011. Psikologi
Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta:Pustaka.
Hidayat, Dasrun.
2012. Komunikasi Antar Pribadi dan
Medianya: Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak Remaja. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Liliweri, Alo. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Santrock, John
W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta:
Erlangga.