Pages

Riko Septyan Nor Saputra. Powered by Blogger.

Sunday, April 16, 2017

Metode Pengembangan Kognitif pada Anak Usia Dini dengan Permainan Puzzle




LAPORAN UAS
METODE PENGEMBANGAN KOGNITIF PADA
ANAK USIA DINI DENGAN PERMAINAN PUZZLE

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Pengembangan Bahasa, Kognitif dan Kreatifitas yang diampu oleh ibu Sugiariyanti, S.Psi., M.A.


Disusun oleh :
Riko Septyan Nor Saputra
(1511413127)


JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
______________________________________________________

1.        IDENTITAS ANAK

a.       Nama Anak           : RWZ
b.      Usia                      : 2 tahun 2 bulan
c.       Pendidikan            : Belum sekolah
d.      Jenis Kelamin        : Laki-laki
e.       Anak ke                 : 2 (dua)
f.       Agama                   : Islam
g.      Nama Ayah           : S
h.      Nama Ibu              : SR

2.        KEGIATAN DAN WAKTU PELAKSANAAN
a.       Tema              : Makhluk Hidup (Binatang)
b.      Waktu            : Jumat, 8 Januari 2016.  Pukul 13.45 WIB
c.       Tempat           : Sekaran, Gunung Pati, Semarang.
d.      Fasilitator       : Riko Septyan Nor Saputra

3.        TUJUAN UJI COBA
a.    Mengenalkan anak tentang makhluk hidup, khususnya binatang
b.    Mengenalkan kepada anak tentang binatang yang hidup di darat
c.    Mengembangkan daya kognitif anak dengan bermain puzzle
d.   Melatih anak dalam mengembangkan kemampuan problem solving
e.    Melatih anak memahami konsep sebab akibat dalam bermain puzzle
f.     Mengembangkan koordinasi mata dan tangan pada anak
g.    Melatih kesabaran anak dalam menyelesaikan puzzle
h.    Mengembangkan sikap daya juang atau sikap tidak menyerah pada anak
i.      Melatih keterampilan motorik halus anak dengan cara memegang dan menyusun potongan puzzle

4.        PERMAINAN DENGAN MENGUNAKAN PUZZLE
Anak usia 2-3 tahun tentunya masih sangat senang bermain. Apalagi ketika orang tua masih sibuk dengan pekerjaannya, seorang anak seringkali diberikan permainan dan dibiarkan anak bermain sendiri. Permainan yang diberikan kepada anak usia 2-3 tahun tentu permainan yang tidak membahayakan, akan tetapi permainan yang dapat menambah pengetahuan anak. Kemampuan dan minat bermain pada anak usia 2 tahun meliputi kemampuan motorik (gerak), kognitif (kemampuan berpikir dan mengamati) dan kemampuan afektif (kemampuan berbahasa dan bersosialisasi). Kemampuan tersebut akan sangat penting karena tidak semua anak pada usia ini melakukan seluruh kemampuan dan minat tersebut.
Anak usia 2-3 tahun termasuk dalam tahap perkembangan kognitif praoperasional oleh Piaget, yaitu menjelaskan dunianya dengan kata-kata dan gambar. Kata-kata dan gambar ini mencerminkan peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik. Konsep stabil mulai terbentuk dan pemikiran mental mulai muncul. Secara kognitif, anak usia 2 tahun memahami pengarahan sederhana dan bisa mengidentifikasi gambar. Anak usia 2-7 tahun memiliki penguasaan sempurna akan objek permanen dimiliki. Artinya, si anak memiliki kesadaran akan eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada. Anak juga mengembangkan peniruan yang tertunda seperti ketika ia melihat perilaku orang lain seperti saat orang merespons barang, orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lalu. Di samping itu juga anak mulai mampu memahami sebuah keadaan yang mengandung masalah, setelah berpikir sesaat, lalu menemukan reaksi ‘aha’ yang merupakan pemahaman atau ilham spontan untuk memecahkan masalah versi anak-anak.
Periode tiga tahun pertama kehidupan anak merupakan periode dimana otaknya berkembang sangat pesat. Sebuah penelitian menjelaskan, kerja otak anak pada masa tiga tahun pertama ini jauh lebih baik daripada orang jenius sekalipun. Untuk itu batita memerlukan rangsangan yang positif dan tepat agar perkembangan otaknya bisa optimal. Salah satu rangsangan ini bisa datang dari mainan yang bersifat edukatif dan dapat mendukung kemampuan kognitif anak, salah satunya adalah mainan puzzle.
Puzzle adalah permainan klasik yang bisa dimainkan anak  mulai usia 1 tahun. Puzzle memang bukan asli dari Indonesia, karena pada awalnya puzzle adalah produk impor. Kini mainan ini telah tersedia di berbagai toko mainan, bahkan di toko buku. Puzzle ternyata dapat membantu anak belajar memecahkan masalah. Dengan mencoba beberapa cara memasangkan kepingan berupa potongan-potongan gambar, balita dilatih untuk berpikir kreatif. Permainan puzzle juga mengasah ketekunan anak dalam memecahkan masalah. Ketika jemari mungilnya harus memasangkan kepingan tipis puzzle, maka bermain puzzle akan mengasah keterampilan motorik halus. Semakin terampil jari jemari balita memasangkan kepingan sesuai bentuk tepian, maka akan semakin mudah dilakukan.
Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak karena pada dasarnya anak menyukai warna dan bentuk, namun bermain puzzle membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Mainan Puzzle dapat membantu anak-anak membangun keterampilan inti yang akan mereka butuhkan untuk membaca, menulis, memecahkan masalah, dan mengkoordinasikan pikiran serta tindakan yang akan mereka gunakan di sekolah dan ke depannya nanti. Anak yang terbiasa bermain puzzle sejak kecil umumnya akan tumbuh menjadi anak yang bersikap tenang, sabar, dan tekun dalam menyelesaikan sesuatu. Hal tersebut disebabkan karena puzzle melatih anak untuk berkonsentrasi dan belajar memecahkan masalah (problem-solving), sehingga meningkatkan keterampilan kognitifnya. Puzzle juga melatih koordinasi tangan dan mata anak saat ia berusaha mencocokkan berbagai potongan dan bentuk yang ada.
Puzzle melatih koordinasi antara mata dengan tangan. Anak harus menggunakan potongan puzzle dan mencobanya dengan lebih giat dengan mengkoordinasikan penglihatannya dengan tangannya supaya bisa berhasil menyusun puzzle menjadi satu gambar yang utuh. Menyusun game puzzle juga menuntut anak untuk melakukan pemecahan masalah dan keterampilan penalaran. Anak-anak selalu dihadapkan dengan masalah-masalah kecil yang harus diselesaikan dalam rangka untuk menyelesaikan puzzle supaya berhasil. Misalnya, ketika tersisa beberapa potongan terakhir yang memiliki bentuk dan warna hampir sama, maka anak harus menentukan mana yang cocok dan ini biasanya dilakukan dengan proses eliminasi, yaitu mencobanya satu persatu bagian di setiap lubang sampai terpasang dengan benar. Dengan waktu, anak-anak mampu memecahkan masalah-masalah kecil ini jauh lebih cepat.
Permainan puzzle bisa melatih daya kreatifitas anak. Mereka menikmati melihat gambar pada kotak dan menyelesaikannya. Dengan menikmati gambar puzzle, anak akan terangsang untuk menggambar dan melukis yang bisa memicu pengembangan kreatifitasnya. Permainan puzzle biasanya sering membuka pintu untuk peningkatan kreativitas anak. Selain kreatifitas, puzzle juga melatih konsentrasi, logika, memperkuat daya ingat, mengenalkan konsep hubungan, berpikir sistematis yang secara otomatis meningkatkan daya kognitifnya. Motorik halus anak secara otomatis juga terlatih dengan bermain puzzle, karena anak harus memagang potongan-potongan puzzle. Memadukan atau memasangkan kepingan puzzle membantu anak memahami logika sebab akibat dan gagasan bahwa objek yang utuh sebenarnya tersusun dari bagian-bagian yang terkecil. Sebagaimana halnya dengan kemampuan anak menyusun menara dari balok, kemampuan anak bermain puzzle pun berkembang secara bertahap.
Selain memiliki banyak manfaat dalam bermain puzzle, membuat alat peraga puzzle juga cukup mudah dan relatif murah. Alat-alat dan bahan dalam pembuatan puzzle bisa mudah didapatkan dimana saja. Bermain puzzle merupakan salah satu sarana yang cocok untuk mengembangkan kognitif anak usia 2 tahun karena anak mulai memahami dunianya dengan gambar. Warna-warna yang menarik pada kepingan puzzle membuat anak menjadi termotivasi dalam bermain puzzle karena pada dasarnya anak-anak tertarik dengan gambar yang berwarna-warni.
5.      ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang di gunakan untuk membuat puzzle adalah :
1.    Kertas foto binatang 2 lembar, berukuran @17X22 cm
2.    Sterofoam dengan ketebalan 1 cm
3.    Lem kertas
4.    Gunting
5.    Cutter
6.    Isolasi

6.      LANGKAH PELAKSANAAN
1.    Mempersiapkan semua alat dan bahan, lalu merangkainya menjadi puzzle
2.    Menjelaskan kepada anak tentang cara bermain puzzle, yaitu dengan cara mengacak puzzle lalu meminta anak untuk menyusun potongan puzzle sampai menjadi satu kesatuan gambar yang utuh dan benar.
3.    Mengacak potongan puzzle
4.    Mengajak anak bermain puzzle
5.    Membimbing dan mengarahkan anak untuk menyatukan potongan puzzle sampai menjadi satu kesatuan gambar yang utuh
6.    Bertanya tentang gambar puzzle yang berhasil disusun
7.    Pembelajaran selesai.

7.      HASIL PELAKSANAAN
a.        Observasi
Subjek yang masih berusia 2 tahun 2 bulan belum pernah diberi mainan puzzle oleh orang tuanya, sehingga subjek belum memiliki pengalaman dalam bermain puzzle. Observer memberikan 2 puzzle yang dibuat sendiri kepada subjek, yang pertama adalah gambar hewan hamster dengan 4 potongan, dan yang kedua adalah gambar kucing dengan 6 potongan. Observer memberikan penawaran kepada subjek untuk memilih salah satu puzzle untuk dimainkan. Dari kedua puzzle yang observer buat, subjek menunjuk-nunjuk gambar puzzle kucing yang artinya adalah subjek lebih tertarik dengan gambar puzzle kucing. Subjek memegang puzzle gambar kucing dan membolak-balikkan puzzle.
Ketika observer memberi puzzle, subjek kelihatan masih belum paham dengan instruksinya karena masih asing dengan puzzle. Observer berusaha membongkar potongan puzzle dan subjek mengamati potongan gambar puzzle. Subjek memegang potongan puzzle dan menyusunnya. Saat subjek pertama kali berusaha menyusun potongan puzzle yang sudah observer acak, subjek belum bisa menempatkan gambar dengan tepat dan sering kali potongan puzzle ditempatkan dengan posisi putaran yang terbalik. Terlihat subjek asal-asalan dalam menyusun potongan puzzle karena masih belum paham. Subjek masih belum mengerti dan masih beradaptasi untuk memahami maksud dari permainan ini. Observer berusaha membantu subjek supaya bisa berhasil menyusun potongan puzzle. Ketika sudah berhasil menjadi sebuah gambar, observer menawari subjek untuk mencobanya lagi dan subjek bersedia. Terlihat subjek memiliki usaha untuk menyelesaikan potongan puzzle yang sudah diacak lagi tersebut.
Observer menawari subjek untuk mencoba puzzle gambar hamster yang memiliki tingkat kesulitan lebih rendah karena hanya memiliki 4 potongan gambar saja. Subjek memegang 1 potong gambar dan menyusunnya dengan benar. Potongan gambar kedua hampir benar penempatannya, namun masih terbalik putaran gambarnya. Dalam puzzle gambar hamster ini, subjek mengalami peningkatan pemahaman dan penalaran yang baik. Selama bermain puzzle, subjek tenang dan tidak berbicara. Terlihat selama bermain puzzle subjek memiliki wajah yang datar. Ketika observer bertanya tentang nama hewan di gambar tersebut, subjek hanya diam saja dan observer memberitahu penjelasan tentang gambar tersebut. Subjek terlihat memiliki keinginan tahuan yang besar dengan berusaha membongkar puzzle yang sudah berhasil disusun dan terus mencobanya sampai berhasil.
Subjek menunjuk puzzle gambar kucing untuk dimainkan. Puzzle ini yang terdiri atas 6 potongan gambar terlihat masih membuat subjek belum paham karena memiliki tingkat kesulitan yang lebih sulit dari 4 potong gambar, namun subjek masih tetap berusaha menyelesaikannya sampai selesai. Observer masih membantu dan mengarahkan subjek. Subjek terlihat menikmati permainan puzzle ini. Beberapa kali subjek menyelesaikan puzzle, meminta untuk membongkarnya lagi lalu memainkannya lagi.
b.        Evaluasi Hasil
Subjek masih belum paham dan terlihat sulit memahami permainan puzzle ini diawal karena memang sebelumnya belum memiliki pengalaman dalam bermain puzzle. Walaupun belum begitu paham, namun subjek memiliki usaha untuk menyelesaikan potongan puzzle sampai berhasil. Subjek belum bisa ditinggalkan tanpa orang tuanya, sehingga subjek harus didampingi oleh orang tuanya dan beberapa kali orang tua subjek ikut membantu dan mengarahkan subjek dalam menyusun potongan puzzle. Setelah beberapa kali mencoba, subjek mengalami perubahan pemahaman yang baik dalam bermain puzzle, yaitu dari yang awalnya bingung menjadi bisa. Suasana lingkungan tempat uji coba permainan ini sangat mendukung dengan baik dan tenang, sehingga membuat konsentrasi subjek menjadi baik dalam bermain puzzle.


Daftar Pustaka
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
http://www.uin-alauddin.ac.id/download-04%20Karakteristik%20Perkembangan%20Anak%20Usia%20Dini%20-%20Ulfiani%20Rahman.pdf



 

0 comments:

Post a Comment

 

Tentang Pemilik Blog Ini

Lagu

Blogger news


Blogger templates